Kamis, 20 Januari 2011

ANESTESI GENERAL DENGAN INTUBASI

INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE

 A.    INTUBASI ETT
Intubasi trakea  adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
             Tujuan :
o   Membersihkan saluran trakeabronkial
o   Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
o   Mencegah aspirasi
o   Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
            Indikasi :
o   Tindakan resusitasi
o   Tindakan anestesi
o   Pemeliharaan jalan napas
o   Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang
           Jenis Intubasi:
-       Intubasi nasal
-       Intubasi oral
          Penyulit:
-      Leher pendek
-      Fraktur servical
-      Rahang bawah kecil
-      Osteoarthritis temporo mandibula joint
-      Trismus.
-      Ada masa di pharing dan laring
           Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S          = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T          = Tubes, Pipa Endotrakeal
A         = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T          = Tape, Plester
I           = Indroducer, Stilet , Mandrin
C         = Conektor/sambungan-sambungan
S          = Suction, Penghisap Lendir
 Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya blade magill).    
  Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
·Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. 
·Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
·Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
·Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
·Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas
          Komplikasi :
            Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan 
           laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah 
           extubasi. 
·Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi: intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal
    cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra cranial meningkat, tekanan intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.
·Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial, malposisi laryngeal cuff.
2.  Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit    hidung
3.  Malfungsi tube: obstruksi.
·Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas: edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2.  Gangguan refleks : spasme laring.

B.     GENERAL ANESTESI
General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: (1) hipnotik, (2) analgesia, dan (3)  relaksasi otot.1
Metode anestesi general dilihat dari cara pemberian obat:
1.      Parenteral
Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesi.
2.      Perektal
Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
3.      Perinhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas ataucairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernapasan.
Teknik pemberian anestesi general:
1.    Napas spontan dengan face mask
2.    Napas spontan dengan pipa endotrakea
3.    Dengan pipa endotrakea dan napas kendali

C.    OBAT-OBATAN ANESTESI
1.      Midazolam
Midazolam adalah obat golongan benzodiazepine yang larut air.2 Midazolam mempunyai sifat ansiolitik, sedative, antikonvulsif, dan amnesia retrogard.3 Mula kerjanya 2 menit (iv) hingga 15 menit (oral dan im) dengan durasi 2,5 jam, kira-kira dua kali lebih cepat dan singkat daripada diazepam. Eliminasi waktu paruh antara 1,5-5 jam sehingga termasuk golongan benzodiazepin kerja singkat. Metabolisme utama di hepar berupa hidroksilasi dengan metabolit utama berupa α-hydorxymethylmidazolam yang tidak bermakna secara klinis dan diekskresi melalui ginjal.3 Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin yang spesifik yang terkonsentrasi pada korteks serebri, hipokampus, dan serebelum.3
Mekanisme kerja midazolam adalah sebagai agonis benzodiazepin yang terikat dengan spesifisitas yang tinggi pada reseptor benzodiazepin, sehingga mempertinggi daya hambat neurotransmitter susunan saraf pusat di reseptor GABA sentral.2 Midazolam sebagian besar (95%) terikat protein plasma, hanya sekitar 5% berada dalam bentuk fraksi bebas.3
Midazolam saat ini lebih popular sebagai obat premedikasi dengan dosis yang biasa diberikan adalah 0,007-0,1 mg/kgBB im. Pemberian preinduksi (0,02-0,04 mg/kgBB) secara intravena biasa diberikan sebagai premedikasi atau sebagai coinduction bersama obat anestesi intravena lain.
Midazolam menyebabkan depresi ringan vaskuler sistemik dan curah jantung. Laju jantung biasanya tidak berubah. Perubahan hemodinamik yang berat dapat terjadi jika pemberian dilakukan secara cepat dalam dosis besar atau bersama-sama dengan narkotik. Pemberian midazolam juga menyebabkan depresi ringan pada volume tidal, laju napas, dan sensitivitas terhadap CO2. Hal ini makin nyata bila digunakan bersama dengan opioid dan pada pasien dengan penyakit jalan napasobstruktif. Pada pasien yang sehat, midazolam tidak menyebabkan bronkhokonstriksi. Midazolam tidak memiliki efek iritasi setelah penyuntikan intravena. Hal ini terlihat dari tidak adanya nyeri saat penyuntikan dan tidak ada gejala-gejala sisa pada vena.3
2.      Fresofol
Fresofol adalah campuran 1% obat dalam air emulsi yang berwarna putih susu, bersifat isotonic yang berisi 10% minyak kedelai, 1,2% fosfolipid telur, dan 2,25% gliserol.1,3
Dosis untuk induksi adalah 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk iv total 4-14 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran fresofol hanya boleh dengan dextrose 5%.1
Fresofol 8%-nya terikat protein plasma, sangat lipofilik sehingga dengan cepat terdistribusi ke jaringan yang kaya pembuluh darah. Kadar dalam plasma juga cepat menurun. Waktu paruh fase α (t1/2) distribusi) sekitar 2-4 menit. Waktu paruh β (t1/2 eliminasi) antara 30-60 menit. Untuk induksi anesthesia, level tidur yang cukup dalam biasanya dicapai fresofol dalam 1-2 menit. Kadar puncaknya tercapai dalam 2 menit.3
Mekanisme kerja fresofol kurang diketahui dengan pasti, diduga fresofol ikut meningkatkan aktivitas GABA dalam menghambat neurotransmitter di susunan saraf pusat.3
Fresofol dimetabolisir secara cepat di hepar. Produksi metabolism yang utama adalah glukoronid dari fresofol, 88% darinya diekskresi lewat urin, 2% melalui feses.3
3.      Fentanyl
Fentanil merupakan agonis opioid poten, turunan fenilpiperidin. Sebagai analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibanding morfin atau 750-120 kali lebih kuat dibanding petidin.4
Fentanil di klinik diberikan dengan variasi dosis yang lebar. Dosis 1-2 µg/kgBB iv biasanya digunakan untuk efek analgesia pada teknik balance anestesi. Fentanil dosis 2-10 µg/kgBB iv digunakan untuk mencegah atau mengurangi gejolak kardiovaskuler akibat laringoskopi dan intubasi endotrakhea serta perubahan tiba-tiba dari stimulus bedah. Sedangkan pada dosis besar 50-150 µg/kgBB iv digunakan sebagai obat tunggal untuk menimbulkan surgical anesthesia.4
Fentanil menyebabkan ketergantungan fisik, euphoria, analgesia yang kuat, perlambatan EKG, miosis, mual, dan muntah yang tergantung pada dosis. Efek terhadap kardiovaskuler minimal meskipun laju jantung dapat menurun yang merupakan reflek vagal. Fentanil mendepresi ventilasi dan menyebabkan kaku otot  rangka terutama pada pemberian intravena yang cepat. Fentanil meningkatkan tekanan intrabilier dengan singkat dan mempunyai aksi kolinergik kuat yang dapat diblok oleh atropine. Fentanil tidak menyebabkan pelepasan histamine.4
Pada pemberian dosis tunggal intravena, mula kerja 30 detik mencapai puncak dalam waktu 5 menit, kemudian menurun setelah 20 menit. Ini mencerminkan kelarutan lemak yang tinggi sehingga mudah melewati sawar darah otak. Durasinya yang singkat mencerminkan redistribusi ke jaringan lemak dan otot rangka serta paru. Fentanil dimetabolisme di hepar dengan cara dealkilasi, hidroksilasi, dan hidrolisa amida menjadi metabolit tidak aktif meliputi norfentanil dan desproprionilnorfentanil. Fentanil diekskresi melalui empedu dan urine, berada dalam feses dan urine dalam bentuk metabolit lebih dari 72 jam setelah pemberian kurang dari 8% dalam bentuk asli. Waktu paruh eliminasi 185-219 menit.4
Fentanil mempunyai efek samping berupa depresi pernapasan dan kekakuan otot. Kekakuan otot dada atau perut (wooden chest syndrome) bisa menyebabkan penurunan pulmonary compliance dan functional residual capacity yang akan menyebabkan hipoventilasi sehingga terjadi hiperkarbi, hipoksia, dan peningkatan tekanan intracranial.4
4.      Ketorolac
Ketorolac tromethamine merupakan suatu anagetik non-narkotik. Obat ini merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan antiinflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesic yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiate.1
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg petidin.1
Indikasi ketorolac adalah untuk pengobatan jangka pendek nyeri akut sedang sampai berat pasca operasi. Kontraindikasinya adalah riwayat alergi AINS, gangguan ginjal berat, hipovolemi, gangguan koagulasi, penyakit serebrovaskuler, hamil, persalinan, laktasi, dan anak < 16 tahun.1
5.      Prostigmine
Prostigmine merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Obat ini mengalami metabolism terutama oleh kolinesterase serum dan bentuk utuh obat sebagian besar diekskresi melalui ginjal. Mempunyai efek nikotinik, muskarinik, dan merupakan stimulant otot langsung. Efek muskarinik antara lain menyebabkan bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat dan miosis. Sebagian efek ini dihambat oleh sulfas atropine. Dosis pemberian prostigmine 0,5 mg bertahap hingga 5 mg. biasanya diberikan bersama dengan sulfas atropine 1-1,5 mg.1
6.      Atracurium-hamein
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relative baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolon yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Setiap kemasan 5 ml per ampul mengandung 50 mg atracurium hamein. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB iv.
Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mula kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, sehingga sering dipakai pada pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat.1
7.      N2O (gas gelak)
N2O merupakan satu-satunya gas anorganik yang dipakai daam bidang anestesiologi. N2O merupakam gas tidak berwarna, berbau manis, dan tidak iritatif. N2O merupakan gas yang stabil, tidak bereaksi dengan soda lime atau logam, berdifusi ke dalam plasma dibandingkan O2.1
N2O diabsorbsi dalam tubuh dengan cepat ± 1000 ml/menit selama menit pertama, dalam 5 menit absorbs berkurang sebagian menjadi 500-700 ml/menit, turun sampai 350 ml.menit, kemudian 30 menit menjadi 200 ml/menit, turun sampai 100 ml/menit, kemudian secara lambat menurun sampai absorbs mencapai nol (jenuh).1
Dalam 100 ml darah dapat larut 47 ml N2O. N2O hamper seluruhnya dikeluarkan melalui paru-paru, sedikit sekali melalui kulit (keringat), urine, dan saluran cerna. 1
Pemberian anestesi N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesiknya kuat. Pada anestesi inhalasi, N2O jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan, dan sebaginya. N2O bersifat mendesak O2 dalam tubuh, menyebabkan hipoksia difusi terutama saat masa pemulihan. Tindakan untuk mencegahnya yaitu dengan memberi O2 aliran tinggi beberapa menit setelah selesai anestesi.1
Penggunaan N2O dan O2 dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O  : O2 = 60% : 40% ,70% : 30%), 50% : 50%, 2 : 1.1’=
8.      Sevoflurane
Sevoflurane merupakan hasil fluorinisasi isopropyl metal eter, neripa cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mempunyai titik didih 58,50C dan tekanan uap jenuh 21,3 kPa (160 mmhg) pada suhu 200C, sedikit larut dalam darah dan jaringan. Sevoflurane tidak bersifat korosif terhadao stainless steel, kuning, maupun aluminium, tidak mudah terbakar, nonexplosive, stabil disimpan di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap) dan tidak terlihat adanya degradasi sevoflurane dengan asam kuat fluoride di dalam plasma dan urine flourida meninggi selama pemberian sevoflurane.5
Koefisien partisi darah/gas (0,63) dan darah /jaraingan (1,7) yang rendah dari sevoflurane menyebabkan induksi berlangsung dengan cepat dan waktu pulih sadar juga cepat setelah pemberian sevoflurane dihentikan. Nilai MAC (Minimal Alveolar Concentration) MAC (minimum alveolar concentration) sevofluran dipengaruhi oleh (18 tahun = 2,8 ; 40 tahun = 2,05), pemberian N2O, opioid, barbiturate, dan benzodiazepin.5
      Sevofluran mempunyai efek terhadap peningkatan darah ke otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan kecepatan metabolisme otak yang sebanding dengan insofluran. Sevofluran juga menyebabkan depresi pernafasan, relaksasi otot bronkhus. Pada sistem kardiovaskuler sevofluran menyebabkan penurunan tekanan arteri rerata melalui penurunan tahanan vaskuler sistemik. Sevofluran tidak atau sedikit  menyebabkan perubahan pada aliran darah koroner. Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar dan renal. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran. Pada uterus, kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan baik dan kehilangan darah minimal. 5 

DAFTAR PUSTAKA



1.      Muhardi M., dkk., 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI

2.   Krisdiyanto H., 2000. Kemudahan Pemasangan Sungkup Laring dengan Induksi Thiopentone + Midazolam dan Propofol + Midazolam. Karya Akhir. Semarang: Universitas Diponegoro

3.  Nugroho, R.C., 2002. Pengaruh Pretreatment Midazolam atau Atracurium Terhadap Fasikulasi, Mialgia, dan Kenaikan Kadar Kreatin Fosfokinase Darah Akibat Suksinilkolin. Karya Akhir. Semarang: Universitas Diponegoro.

4.  Susianto, O., 2004. Pengaruh Pretreatment Fentanil 1µg/kgBB Terhadap Iritasi Jalan Napas Pada Induksi Inhalasi Isoflurane. Karya Akhir. Semarang: Universitas Diponegoro.
5.  Satoto H., 2005. Pengaruh Anestesi Sevofluran and Enfluran Terhadap Klirens Kreatinin. Karya Akhir. Semarang: Universitas Diponegoro.

6. Wirjoatmodjo, Karjadi., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar untuk pendidikan S1 kedokteran. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depatemen Pendidikan Nasional, Jakarta, hal 150; 165-67: 169-73

7. Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati. 2002. Trauma Laring Akibat Intubasi Endotrakeal. Diakses dari: http://ojs.lib.unair.ac.id

8.      Hariyono, Siswo. 2006. Pengaruh Tindakan Intubasi Trakea terhadap Perubahan Laju Jantung dan Tekanan Darah. Diakses dari: http://digilib.uns.ac.id

9.   Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI: Jakarta.